You wear the shoes I gave you and walk along the streets with him
As if it were nothing, you kiss him
You spray the cologne I gave you and embrace him
You’ll probably repeat those promises you made to me with him
It seems that we’re already too late
Has our love already ended
Please at least say anything to me
We truly loved each other, can’t turn back?
I’m the only one hurting tonight
Have you changed?
Am I no longer in your heart now?
When I, I think about you
It hurts, hurts, hurts so much
You look at my tears as if it were nothing
You continue to talk calmly again
You told me cruely that you couldn’t deny
That you had absolutely no attachments or regrets
Are we already too late? Is our love over?
Even if it’s a lie, please tell me it isn’t so
I can do better now, though we can’t meet again
I’m the only one in pain tonight
Have you changed?
Am I no longer in your heart now?
When I, I think about you
It hurts, hurts, hurts so much
You’re no longer your old self
Because you are who I loved
And the you now are so different
Are you that shocked?
I just stood and cried
Watching you become further away
No way, I can’t recognize
You’re not mine anymore
Oh, is this the end?
Am I no longer in your heart now?
When I, I think about you
It hurts, hurts, hurts so much
It hurts, it hurts
It hurts, it hurts ..
[ Special to that person who i loved but i can't beside you ]
What A Boy Need
Ketika pembelajaran dan pendewasaan sangat dibutuhkan
Monday, September 3, 2012
Wednesday, March 14, 2012
Mengawal Hati Jauhi Dusta
Hati dalam tubuh manusia ibarat raja di sebuah negeri, di
mana semua warga negara, baik militer maupun sipil, baik politikus maupun
agamawan, semua tunduk kepadanya. Hati adalah raja, seluruh anggota tubuh
laksana prajurit yang siap melaksanakan titahnya.
Bila hati
sehat dan adil, maka semua titahnya pun menuju kebaikan, istiqamah, iman dan
amal shalih yang pada akhirnya menghantarkan ke surga. Sebaliknya, jika hati
sedang sakit, maka instruksi yang keluar otomatis diikuti oleh anggota jasad
akan mengarah kepada perbuatan dosa, maksiat, kejahatan dan penyimpangan dari
jalan yang haq.
Rasulullah SAW
bersabda:
“...Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, apabila ia baik
maka baiklah seluruh tubuhnya dan jikalau ia rusak, maka rusaklah seluruh
tubuhnya. Ketahuilah, ia adalah hati” (HR. Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darimi, dari Nu’man bin
Basyir RA).
...Meluruskan,
menyehatkan dan menjaga hati adalah pekerjaan besar setiap insan yang
mendambakan kebaikan dan keselamatan dunia-akhirat...
Maka
meluruskan, menyehatkan dan menjaga hati adalah pekerjaan besar setiap insan
yang mendambakan kebaikan dan keselamatan dunia-akhirat. Sekecil apapun
penyakit hati, harus diobati sedini mungkin supaya tidak mengganas. Awas,
jangan salah obat dengan tarekat-tarekat yang bid’ah maupun amalan yang tidak
jelas dari mana sumbernya. Untuk manajemen qalbu, obatilah hati yang sakit
dengan resep mujarab dari Al-Qur‘an dan Sunnah.
Salah satu
buah penyakit hati adalah dusta, yaitu mengabarkan sesuatu yang berbeda dengan
kenyataan yang sebenarnya. Dusta
adalah sifat tercela yang tidak pantas dimiliki oleh orang yang beriman. Dalam
Al-Qur'an disebutkan bahwa para pendusta pada hakikatnya tidak memiliki iman
kepada ayat-ayat Allah.
"Sesungguhnya
yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta" (An-Nahl 105).
"Kecelakaan
yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak
berdosa" (Al-Jatsiyah 7).
Bila kejujuran adalah syiar yang menjadi pakaian orang-orang mukmin, maka
sebaliknya dusta adalah tanda-tanda orang munafik. Allah Ta'ala berfirman:
"…Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta" (Al-Munafiqun 1).
Berangkat dari
sebuah kebohongan, maka seseorang tak segan-segan untuk merekayasa dua
kebohongan baru untuk menutupi kebohongan yang pertama...
Di Akhirat nanti Allah akan membangkitkan para pendusta dengan wajah yang
hitam pekat di neraka Jahanam.
"Dan
pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap
Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahanam itu ada tempat bagi
orang-orang yang menyombongkan diri?" (Qs. Az-Zumar 60).
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan: "Nas-nas Al-Qur'an dan
As-Sunnah secara umum menunjukkan tentang keharaman berdusta. Dusta adalah dosa
dan aib yang teramat buruk. Konsensus umat Islam dan nas-nas yang jelas juga
telah menetapkan keharaman berdusta."
Meski sifat dusta itu berbahaya, tapi nafsu manusia mencari popularitas,
takhta, dan kekayaan duniawi, sering bisa membuat mereka nekad dan lupa diri.
Apapun dilakukannya untuk kekuasaan dan ketenaran di mata manusia, misalnya
dengan melakukan kebohongan dan fitnah.
Ingatlah dan
camkan baik-baik wasiat orang bijak ini. Hati yang semula jernih dan suci,
ketika sekali saja berbohong, maka kebohongan itu akan terus menghantui dan
memenjarakan dirinya. Dia akan ketakutan jika sewaktu-waktu kebohongannya itu
terbongkar. Maka dia akan terus menutupi kebohongannya agar kehormatannya
selamat.
Berangkat dari
sebuah kebohongan, maka seseorang tak segan-segan untuk merekayasa dua
kebohongan baru untuk menutupi kebohongan yang pertama. Dan begitulah, dia
terus berbohong, menutupi satu kebohongan dengan kebohongan-kebohongan lain.
Saking seringnya dia berbohong, hatinya pun menjadi bebal, tak lagi mengenal
mana yang jujur dan mana yang bohong. Baginya, kejujuran atau kebohongan adalah
sama saja. Na'udzubillah min dzalik.
Seseorang
sukses berbohong, hal itu sebenarnya bukan karena dia piawai dalam
menyembunyikan kedustaan. Dia
bisa 'sukses' justru karena Allah belum membukakan aib-aibnya. Allah Maha Tahu
segala kebohongan, amat mudah bagi-Nya untuk membeberkan apapun yang Dia
kehendaki. Dan bila Allah berkehendak membeberkan semua kebohongan itu, maka
tak ada yang dapat menghalangi-Nya. Maka alangkah pahit ketika hancur nama baik
kita di dunia ini, lalu di akhirat kelak kita akan dipanggil sebagai pendusta. Na'udzubillah.
Marilah kita
hidup dengan jujur perkataan. Satukan kata dan perbuatan dengan syariat Ilahi
agar menjadi manusia yang diridhai-Nya. Sebuah kunci agar kita tidak berdusta
adalah jangan mengharap orang lain menilai diri kita lebih dari keadaan yang
sebenarnya. Belajarlah selalu untuk realistis, menerima kenyataan hidup apa
adanya. Syukuri setiap kebaikan yang ada, dan ikhlas mendengar penilaian
negatif orang lain. Dan jangan coba-coba berdusta agar tidak kecanduan!
Hidup Hanya Sekali, Teman !
Berusahalah untuk duniamu
seakan-akan kau akan hidup selamanya, dan berusahalah untuk akhiratmu seakan-akan
kau akan mati besok (Al-Hadits)
Hadits di atas kena banget untuk
diterapkan bagi kamu, saya dan kita semua yang mengaku dirinya muslim. Berusaha
untuk dunia itu artinya kamu harus rajin belajar dan bekerja untuk memakmurkan
bumi dan seisinya. Bumi butuh ditanami agar tumbuh padi. Bumi butuh dikelola
agar menghasilkan bahan baker yang berasal dari gas alam. Bumi dan dunia seisinya
ini butuh dikelola agar menjadi tempat yang nyaman untuk tinggal.
Pada saat yang sama, kamu gak boleh
lupa sama akhiratmu. Jangan hanya mengejar dunia tapi malah lupa sama akhirat,
kampung abadi tempat kembali setelah capek tinggal di dunia. Maksudnya kamu
harus juga siap-siap bila setiap saat akan dipanggil kembali oleh-Nya alias
meninggal. Dunia dan akhirat disebutkan secara seimbang oleh Rasul tercinta
supaya kaum muslimin itu gak salah langkah.
Berapa banyak orang yang cinta dunia
tapi takut mati. Itu karena dikiranya harta kekayaan dan kepandaiannya bakal
bisa menyelamatkan dia dari incaran si maut. Orang seperti ini lupa kalau ajal
bisa setiap saat datang tanpa dia bisa menduganya. Biasanya nih orang punya
prinsip, hidup hanya sekali jadi kenapa gak dinikmati. Dinikmati dalam hal ini
maksudnya adalah digunakan untuk berhura-hura dan berbuat maksiat. Mereka suka
menganggap orang-orang yang sibuk ibadah adalah para pemalas dan kalah bersaing
di dunia nyata.
Sebaliknya, ada orang-orang tertentu
yang sibuk ibadah terus tanpa melakukan amal untuk dunianya. Kerjaannya Cuma
sholat terus tanpa mau bekerja, seolah-olah duit bisa turun dari langit. Mereka
ini sinis terhadap orang-orang yang giat bekerja seolah-olah itu semua adalah
kerjaan sia-sia karena toh dunia tak dibawa mati. Mereka berpendapat bahwa
hidup hanya sekali, ibarat musafir yang mampir untuk minum. Jadi tidak perlu
menikmati dunia yang hanya sementara ini. Hmm…dua sikap ekstrem satu sama lain
yah.
Seorang muslim yang baik, dia tidak
akan memilih satu pun di antara dua opsi di atas. Tak ada muslim yang bakal mau
memilih dunia saja dengan melupakan akhirat. Dan tak ada juga yang hanya
memilih akhirat dengan menafikkan dunia. Muslim yang baik adalah yang memilih
pertengahan di antara kedua pilihan tersebut yaitu berusaha di dunia untuk
bekal di akhirat kelak.
Islam bukan hanya agama yang ngurusi
ibadah mahdhah saja semisal sholat, zakat dan puasa. Tapi Islam juga mempunyai
liputan ibadah secara umum yaitu bekerja akan bernilai ibadah bila diniatkan
mencari ridho-Nya dan untuk menafkahi keluarga. Belajar yang rajin juga sama, yaitu
bernilai pahala bila ditujukan untuk kejayaan Islam saja. Jadi, berusaha untuk
dunia, akhirat pun juga dapat hasilnya. Imbang.
Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman
bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan masih banyak lagi nama-nama sahabat lainnya
yang ternyata sangat kaya raya. Uniknya, ibadah mereka juga oke kok sehingga
mereka itu pantas dijadikan orang-orang yang dijamin masuk surga. Wih….keren
banget kan? Udah kaya di dunia, di akhirat pun masuk surga pula. Ini nih
generasi muslim yang bener, yaitu dunia akhiratnya seimbang, gak berat sebelah
kayak contoh di atas.
Rasulullah juga pernah
mengindikasikan sifat seorang mukmin itu ibarat singa di siang hari dan seperti
rahib di malam hari. Maksudnya bila siang, seorang mukmin itu sibuk mencari
risky Allah yang halal dengan giat serta memakmurkan bumi seisinya dengan
dakwah dan jihad tapi pada saat yang sama ketika malam tiba, maka mereka
berubah menjadi ahli ibadah yang khusyuk. Aktifitas siang dan malam saling
menunjang untuk sarana meraih ridho Ilahi. Begini ini gambaran seorang mukmin
yang ideal, tidak memisahkan dunia dengan akhirat.
Hidup hanya sekali, teman. Kejarlah
dunia untuk akhiratmu. Toh, tak ada larangan bagi seorang muslim untuk menjadi
kaya, asalkan dengan cara yang halal. Karena sesungguhnya kefakiran itu dekat
dengan kekafiran. Jadi, ayo bekerja giat secara halal dengan tidak melupakan
akhirat kita! Ini baru namanya muslim ideal. Sip dah! ^_^
Friday, March 9, 2012
Kedamaian Hati Dalam Iman
Kawan, hidup itu memang tak selalu menawarkan kemulusan jalan takdir yang membuat kita selalu merasa bahagia dan bahagia. Ada kalanya Allah memberi kita kemudahan dalam beriman dan berihsan, namun terkadang Allah mencobakan pada diri kita untuk bertemu dengan episode fitnah, kebencian dan efek samping dari rasa iri pada diri orang lain yang tak menyukai kita. Hal itu kadang mau tak mau memaksa diri untuk harus melaluinya, walau dengan bagaimana rasanya hati dan keadaan logika. Dan bagaimanakah sikap terbaik bagi kita saat harus harus menjadi pelakon dari semua itu?
Sejarah telah mengukir sebuah kisah mulia dari pribadi yang dirindukan oleh surga yaitu junjungan kita Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wassalam, yang dari beliau kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dari sebaik-baiknya teladan. Tak terkecuali tentang kemuliaan dan kedamaian beliau dalam menghadapi fitnah, kebencian, permusuhan, dan hal- hal negatif lain yang digariskan Allah untuk menjadi cobaan dalam hidup-Nya. Dan kemuliaan itu terwujud dalam indahnya akhlak beliau yang seakan menjadi mutiara dalam hati orang beriman. Mutiara tentang ketinggian budi, yang membedakannya dengan sebuah batu. Mutiara yang bisa tetap muncul dan bersinar, walaupun dia dipaksa untuk ditenggelamkan dalam lumpur. Dan jadilah nama beliau terabadikan hingga akhir zaman, sebagai seorang pribadi yang identik dengan mulia, sesosok manusia yang disegani lawan dan dihormati kawan bahkan sangat dirindukan surga.
Begitu banyak ujian yang Allah berikan kepada beliau, entah pendusta, tukang sihir, sesat dan masih banyak lagi kawan-kawanku. Namun dibalik itu semua, yang beliau lakukan hanyalah percaya bahwa jika cobaan itu hadir, maka semua adalah bagian dari rencana Allah, seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Quran yang mulia :
"Katakanlah (Muhammad), tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakal orang-orang yang beriman." (Surah At Taubah: 51). Sejarah telah mengukir sebuah kisah mulia dari pribadi yang dirindukan oleh surga yaitu junjungan kita Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wassalam, yang dari beliau kita bisa mendapatkan banyak pelajaran dari sebaik-baiknya teladan. Tak terkecuali tentang kemuliaan dan kedamaian beliau dalam menghadapi fitnah, kebencian, permusuhan, dan hal- hal negatif lain yang digariskan Allah untuk menjadi cobaan dalam hidup-Nya. Dan kemuliaan itu terwujud dalam indahnya akhlak beliau yang seakan menjadi mutiara dalam hati orang beriman. Mutiara tentang ketinggian budi, yang membedakannya dengan sebuah batu. Mutiara yang bisa tetap muncul dan bersinar, walaupun dia dipaksa untuk ditenggelamkan dalam lumpur. Dan jadilah nama beliau terabadikan hingga akhir zaman, sebagai seorang pribadi yang identik dengan mulia, sesosok manusia yang disegani lawan dan dihormati kawan bahkan sangat dirindukan surga.
Begitu banyak ujian yang Allah berikan kepada beliau, entah pendusta, tukang sihir, sesat dan masih banyak lagi kawan-kawanku. Namun dibalik itu semua, yang beliau lakukan hanyalah percaya bahwa jika cobaan itu hadir, maka semua adalah bagian dari rencana Allah, seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Quran yang mulia :
Akhirnya, semuapun kemudian terasa begitu tenang, dan mengalir seperti dalamnya aliran sungai yang sama sekali tidak terlihat beriak. Maka sungguh, seluruh rentetan polusi fitnah yang mampir di telinga akan dengan mudah pergi sebelum mereka meninggalkan bekas jejak mereka di hati orang- orang yang selalu mengingat kebesaran dan Maha Sempurnanya Allah Subhanahu Wa ta’ala. Karena ketika mereka berbuat salah dan menyakiti sesama, sebelum orang lain menghujat dan menjelaskan tentang kesalahannya, maka hati nuraninya sendiri yang akan mengingatkan dan menghukumnya. Maka dari itu, dengan mudahnya pula meluncur kata maaf seraya tekad kuat untuk memperbaiki kesalahannya. Namun ketika mereka tidak menzalimi seseorang, betapapun niat jahat orang lain terasa sangat memojokkan dan mengkambing-hitamkannya, maka dengan tenang dan penuh tawakkal dia akan melewati ujian itu, bahkan seraya mendoakan tetap tentang yang terbaik bagi orang yang telah menjahatinya.
Dan semua hanyalah masalah waktu. Waktu akan menguji keseriusan seseorang tentang seberapa benar yang telah dikatakannya benar. Dan waktu pula yang akan menjawab, tentang kamuflase kebenaran yang memang pada awalnya ditunjukkan sebagai benar, apakah tetap benar, dan atau berakhir dengan sebaliknya. Akhirnya, waktu pula yang akan memberi kesimpulan akhir tentang suatu pendapat kita.
Lalu, mengapa kita masih harus bersedih dengan sebuah fitnah atau perkiraan manusia yang hanya berdasar pada referensi pikiran dan indra mereka yang sangat terbatas. Dan sudahkah kita mendahulukan ridho Allah dan pendapat-Nya, atas sesuatu yang kita perbuat atau kita ucapkan? Maka sudah saatnya jujur pada nurani kita sendiri.
Thursday, March 8, 2012
Saat Yang Sempurna Itu ...
Kadang kita sering banget menunda-nunda sesuatu yg harusnya bisa kita kerjakan hari ini. Maybe alasan kita adalah nunggu waktu yang sempurna biar bisa ngerjainnya dengan sempurna. Tapi jangankan sempurna, kadang akhirnya hasil jadinya aja belom juga jadi. Kalo udah gitu, satu- satunya yang sempurna tinggal harapan and penyesalan kita aja.
Saat kamu muda, kamu boleh aja bermimpi, karena masih akan banyak waktu InsyaAllah untuk merealisasikannya. Tapi sadar ato nggak, banyak dari kita yang justru ngehancurin impian itu, bahkan saat kita belum sempat merealisasikannya. Celakanya lagh, kita melakukan itu dengan cara yang "sempurna", yaitu lewat pilihan waktu yang kita kira adalah sempurna.
Yups, pilihan waktu yang terlalu kita pilih untuk menjadi saat yang sempurna buat ngerjain sesuatu itu, lebih banyak berarti sebagai penundaan. Ternyata tugas kemarin yang kita impikan bakal selesai hari ini, disaat yang sempurna ini, ternyata belum juga selesai. Alhasil, si tugas itupun semakin terlihat tidak sempurna karena ternyata juga jauh dari deadline yang seharusnya.
Emang yang namanya suntuk atau bahan baku yang menyebabkan penundaan melakukan sesuatu, biasa datang tanpa di undang. Dan biasanya kalo udah gitu, seterusnya adalah jadi males ngerjain sesuatu. Tapi tahukan kamu, menunda nyelesaikan apapun adalah seperti nyimpan makanan yang nggak buru- buru dimakan. Jadi kalo nggak basi atau kadaluarsa, yaa perut tetep aja bakalan laper.
Coba deh kamu hilangkan sebentar tentang konsep waktu yang sempurna, yang merupakan kamuflase dari sebuah bahasa menunda mu itu. Bukankah sebenarnya yang ada hanya waktu yang terbaik, yaitu waktu yang langsung dikerjakan setiap kamu punya tugas atau mimpi?
Teman, dah banyak diluar sana orang- orang yang udah mulai menua yang ternyata juga udah banyak banget kehilangan kesempatan dan waktu berharga mereka buat ngelakuin sesuatu. Mungkin dari mereka juga ada yang dah bertahun-tahun menunggu waktu lain buat merealisasikan mimpi mereka tapi ternyata nggak pernah kejadian karena saking terlalu milih waktu yang sempurna. Mungkin kalo waktu bisa di putar, mereka bakalan bilang "Sekarang adalah waktu yang paling tepat. Karena sekarang bisa dikerjakan dan saat yang sempurna dan tepat tidak pernah ada. Karena yang ada hanya adalah saat yang sempurna setelah semua terselesaikan."
Jangan menghitung apa yg telah hilang karena masa lalu tidak pernah kembali, tapi masa depan kadang bisa mengembalikan semua yg dulu hilang
Subscribe to:
Posts (Atom)